GARUDASAKTINEWS.COM- Warga di Sumur Bandung, Jayanti, Kabupaten Tangerang Nuraeni nekat membuat ‘makam’ palsu Nyi Roro Kidul di dalam rumahnya membuat geger
Polisi bersama aparatur desa melakukan pengecekan ke lokasi di Kampung Sumur RT 009 RW 006 Desa Sumur Bandung, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang.
Kapolsek Cisoka AKP Eldi memastikan makam tersebut hanya makam bohongan saja. Ia juga memastikan tidak ada jenazah yang dikubur di dalam makam tersebut .
“Ini makam bohongan. Tidak ada (jasad di dalamnya),” ucapnya.
Nurheni mengontrak rumah tersebut kurang lebih 3 tahun sejak 2021. Nurheni membangun sebuah ‘makam’ di dalam rumah kontrakan tersebut.
“Di rumah kontrakan Nurheni terdapat sebuah bangunan kecil dengan ukuran panjang 1 meter dan lebar 0,5 meter berbentuk kotak dikelilingi oleh batu hebel menyerupai makam dan banyak terpajang di dinding foto Nyi Roro Kidul,” jelasnya.
Setelah dimintai klarifikasi polisi, rupanya Nurheni membangun ‘makam’ itu untuk menarik pasien. Dia mengaku bisa melakukan pengobatan spiritual.
“Di dalam rumah tersebut karena dijadikan tempat berdoa dan pengobatan alternatif bagi orang-orang yang ingin berobat dan disembuhkan oleh Saudari Nurheni,” ungkapnya.
Nurheni melakukan ritual baca doa untuk menyembuhkan pasiennya di depan ‘makam Nyi Roro Kidul’ tersebut.
“Adapun metode, cara atau modus Saudari Nurheni untuk menyembuhkan para pasiennya adalah cara membacakan ayat suci Al-Qur’an ke dalam suatu wadah/gelas yang berisikan air dan setelah didoakan lalu pasien tersebut meminum airnya,” jelasnya.
Terkait kejadian tersebut, Nurheni telah meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali. ‘Makam Nyi Roro Kidul’ juga kini telah dibongkar.
Dalam rumah Nurheni itu tampak bangunan kecil mirip makam dengan gundukan tanah di atasnya. Terdapat taburan bunga di atas ‘makam’ tersebut.
Saat kedoknya terbongkar, Nurhaeni meminta maaf dan sudah membongkar makam Nyi Roro Kidul tersebut,Meski begitu, kasus ini menjadi bukti bahwa cerita mistis Nyi Roro Kidul masih dinikmati masyarakat. Sementara, pada sisi lain masih belum banyak orang tahu fakta sebenarnya di balik mitos Nyi Roro Kidul. Begini penjelasannya.
Penguasa Pantai Selatan
Dalam mitologi Jawa, Kanjeng Ratu Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping Telu yang mengisi alam kehidupan sebagai dewi padi dan dewi alam yang lain. Sedangkan Nyi Roro Kidul mulanya merupakan putri Kerajaan Sunda yang diusir ayahnya karena ulah ibu tirinnya.
Dalam perkembangannya, masyarakat cenderung menyamakan Nyi Roro Kidul dengan Kanjeng Ratu Kidul, meskipun dalam kepercayaan Kejawen, Nyi Roro Kidul adalah bawahan setia Kanjeng Ratu Kidul.[1]
Kedudukan Nyi Roro Kidul sebagai Ratu-Lelembut tanah Jawa menjadi motif populer dalam cerita rakyat dan mitologi, selain juga dihubungkan dengan kecantikan putri-putri Jawa.
Etimologi
Nyi Roro Kidul juga dikenal dengan berbagai nama yang mencerminkan berbagai kisah berbeda dari asal-usulnya, legenda, mitologi, dan kisah turun-temurun. Ia lazim dipanggil dengan nama Ratu Laut Selatan dan Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Menurut adat-istiadat Jawa, penggunaan gelar seperti Nyai, Kanjeng, dan Gusti untuk menyebutnya sangat penting demi kesopanan.
Asal usul
Masyarakat Sunda mengenal legenda mengenai penguasa spiritual kawasan Laut Selatan yang berwujud perempuan cantik yang disebut Nyi Rara Kidul. Legenda yang berasal dari Kerajaan Sunda Pajajaran dari abad ke-15 berumur lebih tua daripada legenda Kerajaan Mataram Islam dari abad ke-18. Meskipun demikian, penelitian atropologi dan kultur masyarakat Jawa dan Sunda mengarahkan bahwa legenda Ratu Laut Selatan Jawa kemungkinan berasal dari kepercayaan animistik prasejarah yang jauh lebih tua lagi, dewi pra-Hindu-Buddha dari samudra selatan. Ombak Samudra Hindia yang ganas di pantai selatan Jawa, badai serta terkadang tsunami, kemungkinan telah membangkitkan rasa hormat serta takut terhadap kekuatan alam, yang kemudian dianggap sebagai alam spiritual para dewata serta lelembut yang menghuni lautan selatan yang dipimpin oleh ratu mereka, sesosok dewi, yang kemudian diidentifikasikan sebagai Ratu Kidul.
Dewi Kadita
Salah satu cerita rakyat Sunda menceritakan Dewi Kadita, putri cantik dari kerajaan Sunda Pajajaran, yang melarikan diri ke lautan selatan setelah diguna-guna. Guna-guna tersebut dikeluarkan oleh seorang dukun atas perintah saingannya di istana (ibu tiri) , dan membuat putri tersebut menderita penyakit kulit yang menjijikkan. Ia mendapat bisikan gaib dari ibunya untuk melompat ke lautan yang berombak ganas dan kemudian ia menjadi sembuh serta kembali cantik. Para lelembut kemudian mengangkatnya menjadi Ratu Lelembut Laut Selatan yang legendaris.
Versi yang serupa adalah Kandita, putri tunggal Raja Munding Wangi dari Galuh Pakuan. Karena kecantikannya, ia dijuluki Dewi Srêngéngé (“Dewi Matahari”). Meskipun mempunyai seorang putri yang cantik, Raja Munding Wangi bersedih karena ia tak memiliki seorang putra yang dapat menggantikannya sebagai raja. Raja kemudian menikah dengan Dewi Mutiara dan mendapatkan putra dari pernikahan tersebut.
Dewi Mutiara ingin putranya dapat menjadi raja tanpa ada rintangan di kemudian hari, sehingga ia berusaha menyingkirkan Kandita. Dewi Mutiara menghadap Raja dan memintanya untuk menyuruh Kandita pergi dari istana. Raja berkata bahwa ia tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putrinya. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara tersenyum dan berkata manis sampai Raja tidak marah lagi kepadanya.
Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang tukang tenung. Dia menyuruh sang dukun untuk meneluh Kandita. Pada malam harinya, tubuh Kandita gatal-gatal dipenuhi kudis, berbau busuk dan penuh bisul. Ia menangis tak tahu harus berbuat apa. Raja mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan Kandita serta sadar bahwa penyakit tersebut tidak wajar, pasti berasal dari guna-guna. Dewi Mutiara memaksa Sang Raja untuk mengusir putrinya karena dianggap akan mendatangkan kesialan bagi seluruh kerajaan. Karena Sang Raja tidak menginginkan putrinya menjadi gunjingan di seluruh kerajaan, ia terpaksa menyetujui usulan Dewi Mutiara untuk mengasingkan putrinya dari kerajaan.
Kandita pergi berkelana sendirian tanpa tujuan dan hampir tidak dapat menangis lagi. Ia tidak dendam kepada ibu tirinya, melainkan meminta agar Sanghyang Kersa mendampinginya dalam menanggung penderitaan. Hampir tujuh hari dan tujuh malam, akhirnya ia tiba di Samudra Selatan. Air samudra itu bersih dan jernih, tidak seperti samudra lain yang berwarna biru atau hijau. Tiba-tiba ia mendengar suara gaib yang menyuruhnya terjun ke dalam Laut Selatan. Ia melompat dan berenang, air Samudera Selatan melenyapkan bisulnya tanpa meninggalkan bekas, malah membuatnya semakin cantik. Ia memiliki kuasa atas Samudera Selatan dan menjadi seorang dewi yang disebut Nyi Roro Kidul yang hidup abadi. Kawasan Pantai Palabuhanratu secara khusus dikaitkan dengan legenda ini.
Putri Banyu Bening Gelang Kencana
Dalam salah satu cerita rakyat Sunda, Banyu Bening (“Air Jernih”) menjadi ratu dari kerajaan Joyo Kulon. Ia menderita lepra kemudian berkelana menuju selatan. Ia ditelan ombak yang besar dan menghilang ke dalam samudra.[5]
Selama ini masyarakat mengenal Nyi Roro Kidul sebagai perempuan perkasa penguasa Pantai Selatan Jawa yang sering memakai kain hijau. Akibat disebut punya kekuatan, banyak orang merasa takut terhadap sosoknya.
Rasa ketakutan ini lantas sejalan dengan tragedi hilangnya orang di Pantai Selatan Jawa. Biasanya, tragedi muncul karena korban memakai baju hijau yang disukai Nyi Roro Kidul.
Dari perspektif sejarah, masyarakat Jawa sendiri sudah mengenal narasi kemunculan Nyi Roro Kidul sejak lama. Terkait asal-usulnya terdapat banyak versi.
Sejarawan Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (2008) mencatat, Nyi Roro Kidul dahulu merupakan putri Raja Pajajaran. Versi lain menyebut dia dia keturunan Raja Kediri dan Raja Airlangga.
Satu hal yang pasti dia bermukim di bawah perairan Samudera Hindia, tepatnya di pesisir Pantai Selatan. Ricklefs menyebut alasan dia tinggal di bawah laut karena terusir dari istana usai menolak menikah.
Keberadaannya di bawah lautan lantas menjadi daya tarik bagi penguasa Mataram, Senopati. Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya (1996) yang mengutip Babad Tanah Jawi menceritakan, Senopati kerap bertemu Ratu Kidul di Pantai Parangtritis dan bersetubuh dengannya di istana bawah laut.
Aksi ini dilakukan Senopati sebab melihat Ratu Kidul punya kekuatan super besar, baik itu di dunia nyata dan alam ghaib.
“Ratu Kidul konon tidak hanya menguasai ombak-ombak Samudera Selatan yang mengamuk, tapi juga semua dedemit yang melanda dan mengancam kerajaan,”ungkap Lombard.
Atas kepercayaan demikian, Senopati berharap persenggamaanya dengan penguasa pantai selatan membuat keamanan Mataram bakal terjamin. Pada akhirnya, ini benar terjadi pada awal abad ke-17.
Sejarawan Peter Carey dan Vincent Houben dalam Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX (2016) menceritakan, hubungan intim keduanya sukses membuat Mataram mencapai puncak kejayaan saat cucu Senopati, Sultan Agung, berkuasa. Pada titik ini, masyarakat memercayai kalau Ratu Kidul ibarat pelindung kerajaan dan juru selamat.(Tyas)