Seram, Sejumlah Apotek di duga Terlibat Peredaran Obat Racik Berbahaya, diantaranya Apotek GAMA

Serang

Kesehatan30 Views

garudasaktinews.com, Kuasa Hukum dari Apotek Gama Cilegon, R. Jupri membantah Apotek Gama Cilegon memperjualbelikan obat racik berbahaya. Menurut Rahmatullah, ratusan ribu butir obat yang disita Balai BPOM di Serang itu akan dimusnahkan.

Jupri menyayangkan pihak Balai BPOM di Serang yang mengambil langkah hukum berupa pemidanaan terhadap temuan obat tersebut. Seharusnya, pihak Balai BPOM di Serang dapat melakukan pembinaan apabila apotik dianggap melakukan kesalahan.

Apotek GAMA di Cilegon, sempat ramai 

Ia membenarkan kasus temuan obat tersebut telah naik ke tahap penyidikan. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) informasinya sudah ditembuskan pihak Balai BPOM di Serang ke kejaksaan.

“Apotik itu mitranya BPOM bukan musuhnya BPOM. Kalau salah harusnya diklasifikasi dulu,” katanya.

“Kalau sudah ada SPDP-nya berarti sudah ada target tersangkanya,” ucapnya.

Sebelumnya, Kepala Balai BPOM di Serang Mojaza Sirait saat konferensi pers di kantor Balai BPOM di Serang, Senin (6/1/25)  mengatakan, pihaknya telah mengamankan sebanyak 400 ribu butir obat. Obat tersebut diamankan setelah pihak BPOM melakukan pengawasan terhadap pelayanan kefarmasian pada 9 Oktober 2024 lalu.

Saat dilakukan pengawasan, pihaknya menemukan ratusan ribu butir obat yang tidak ditemukan mereknya. Selain itu, juga ditemukan dalam bentuk kemasan paket atau setelan.

“Obat setelan ini dilarang,” tegas Mojaza

Mojaza menjelaskan, ada tiga jenis obat yang diamankan. Diduga, obat tersebut mengandung Natrium Diklofenat, Deksametasol, Salbutamol Sulfate, Teofilin, klorfeniramin maleat dan Asam Mefanemat. Obat tersebut biasanya digunakan untuk pengobatan sakit gigi, demam dan sesak nafas.

“Obat ini digunakan buat sakit gigi,” ujanya

Mojaza mengungkapkan, obat setelan merupakan obat yang berbahaya. Sebab, obat ini tidak diketahui kandungannya, identitas obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, indikasi dan dosis aturan pakai. Selain itu, keamanan dan khasiat obat tidak terjamin.

“Obat ini berbahaya bagi masyarakat,” ujarnya.

Mojaza mengatakan, pihaknya sedang mendalami pihak yang terlibat dalam dugaan pengemasan obat setelan tersebut. Saat ini pihaknya sedang melakukan proses penyidikan untuk membuat terang benderang peristiwa pidananya.

“Saat ini masih dilakukan pengembangan,” katanya didampingi Ketua Tim Penindakan Balai BPOM di Serang, Farida Ayu Widiastuti.

Mojaza menambahkan, mengedarkan sedian farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dapat dijerat dengan Pasal 435 Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Berdasarkan aturan tersebut pelaku terancam pidana hingga 12 tahun.

“Denda paling banyak Rp 5 miliar,” tuturnya.

Sementara itu, Selama tahun 2024, Kota Tangerang dan Kota Serang tercatat sebagai daerah dengan kasus penyalahgunaan obat keras terbanyak di Provinsi Banten. Dari data yang dihimpun Balai Pengawasan Obat dan Makanan(BPOM) di Serang, terdapat 102 kasus di Kota Tangerang dan 90 kasus di Kota Serang.

Kepala BPOM Serang, Mozaja Sirait, saat berikan keterangan persnya dikantor BPOM Serang

Kepala Balai BPOM di Serang, Mojaza Sirait, menyebutkan angka ini mencerminkan tingginya tingkat peredaran dan penyalahgunaan obat keras di dua kota tersebut.

“Sampai saat ini, Kota Tangerang memegang rekor terbanyak dengan 102 permintaan sampel untuk penyalahgunaan obat keras, diikuti Kota Serang dengan 90 kasus,” ujar Mojaza Sirait.

Selain dua kota tersebut, Kabupaten Serang dan Kota Tangerang Selatan juga tercatat tinggi dengan masing-masing 76 dan 80 kasus. Sedangkan Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, dan Kota Cilegon memiliki angka yang lebih rendah, yaitu 39, 21, 15, dan 6 kasus, masing-masing.

Mojaza mengungkapkan bahwa meski terjadi penurunan jumlah kasus, namun penyalahgunaan obat keras tetap menjadi masalah serius di wilayah Banten.
“Jumlahnya memang menurun, namun tidak signifikan. Ini masih tinggi dan kami yakin ini hanya sebagian dari yang ada,” ujarnya.

Ia juga menyoroti tren penyalahgunaan yang banyak melibatkan anak muda, terutama remaja, yang mengonsumsi obat keras untuk efek nge-fly atau bahkan halusinasi. Selain itu, pelaku sering menggunakan media sosial (medsos) dan toko-toko untuk menjual obat-obatan ilegal seperti tramadol dan hexymer.

“Di Cilegon, ada toko yang beromzet hingga Rp 20 juta sehari. Obat-obatan ini diperjualbelikan tanpa pengawasan yang ketat,” kata Mojaza.

Dampak jangka panjang dari penyalahgunaan obat keras dapat merusak saraf pusat, hati, dan ginjal, serta menimbulkan ketergantungan dan perubahan perilaku mental.

Pihak Balai BPOM, lanjut Mojaza, telah mengambil tindakan tegas terhadap pelaku penyalahgunaan obat keras. Para pelaku dijerat dengan Pasal 435 Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 5 miliar.(ARMY)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *