garudasaktinews.com-Tujuh warga Desa Mekarsari, Kabupaten Lebak menerima surat panggilan dari Polda Banten terkait aksi unjuk rasa warga yang mengusir penambang tanah ilegal di Kampung Pasir Heurih RT 02 RW 06, Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, pada 16 Desember 2024 lalu.
Laporan tersebut dilakukan pengusaha tambang ke SPKT Polda Banten, dan teregister Laporan Polisi nomor : LP/B/382/XII/SPKT III Ditreskrimum/2024/POLDA BANTEN, tanggal 20 Desember 2024. Setelah mendapati laporan itu, Polda Banten membuka penyelidikan berdasarkan Surat perintah penyelidikan nomor SP.Lidik/485/XII/RES.1.11/2024/Ditreskrimum, dengan dugaan tindak pidana penghasutan dan kekerasan terhadap orang dan barang sesuai Pasal 160 dan/atau Pasal 170 KUHP.
Setelah itu, seorang pendemo berinisial MD dipanggil Penyelidik Polda Banten untuk dimintai keterangannya pada Jumat, Desember 2024 jam 10.00 WIB, di Gedung I Lantai II Ruang Subdit I Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Banten.
Dalam surat panggilan klarifikasi itu menyebutkan bahwa Penyelidik Unit II Subdit 1 Ditreskrimum Polda Banten sedang melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana penghasutan dan atau barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang sebagaimana dimaksud Pasal 160 KUHP dan atau pasal 170 KUHP yang terjadi pada 16 Desember 2024 di Kampung Pasir Heurih RT 02 RW 06, Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Surat panggilan itu ditandatangani Kompol Endang Sugiarto PS Kasubdit 1 Kamneg, dan penyelidik yang menangani ialah AKP Ucu Nuryandi atau Brigpol M Evi Fauzi.
Menurut keterangan Md, salah satu warga Desa Mekarsari yang ikut berdemo selain dirinya, ada 5 orang yang dipanggil oleh Penyelidik Ditreskrimum Polda Banten
“Kemungkinan masih terus ada penambahan,” ucapnya
Masih dalam keterannya juga, Md menceritakan bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan Md bersama sejumlah warga Desa Mekarsari dilakukan pada 16 Desember 2024 lalu, untuk menyampaikan aspirasi penolahkn warga Desa Mekarsari terhadap keberadaan tambang ilegal yang diduga tanpa Ijin Usaha Pertambangan (IUP)
Muntadir, seorang aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lebak sekaligus warga Desa Mekarsari mengatakan, dirinya sangat prihatin dengan pemanggilan ketujuh warga Desa Mekarsari oleh Polda Banten tersebut.
“Kami tidak pernah setuju dengan adanya kekerasan, tetapi aksi warga adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan. Jalan desa kami hancur karena aktivitas truk pengangkut tanah merah, sementara penambangan itu jelas-jelas ilegal tetap saja dibiarkan beraktivitas,” kata Muntadir , Kamis (2/1/2025).
Ia mengungkapkan, jangan hanya warga yang dipanggil, tapi polisi dapat bersikap adil dalam menangani kasus ini.
Dirinya mendesak agar penambang tanah merah ilegal juga ditindak tegas, mengingat aktivitas mereka tidak hanya merusak jalan tetapi juga mengancam kesejahteraan dan keselamatan masyarakat desa.
“Jangan sampai keadilan hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan ,Ketua Umum Badak Banten Perjuangan (BBP) Eli Sahroni, soal pemangilan warga Mekarsari oleh Polda Banten sangat menyayangkan. Ia sangat prihatin terhadap kondisi hukum yang terjadi di wilayah Banten.
“Saya tidak sepakat jika peserta aksi unjuk rasa menolak galian tanah ilegal dipidanakan, kendati mungkin ada bangunan milik pengusaha galian yang sedikit rusak oleh gerakan spontanitas warga setempat. Dan pihak kepolisian menerapkan pasal 160 dan170 KUHP, dimana pasal tersebut tentang penghasutan dimuka umum yang berdampak pada kekacauan, kerusakan barang milik orang lain,” katanya.
“Namun perlu diketahui aksi tersebut adalah reaksi atas keresahan warga akibat terganggunya kenyamanan oleh aktivitas galian tanah. Dan mereka punya hak melakukan aksi menyampaikan pendapat dimuka umum sebagaimana dalam undang undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum juga dalam konstitusi negara Indonesia UUD 1945 pasal 28 E dan pasal 28 F tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum,” ucap Eli Syahroni.(ARMY)