Hanya Berjarak 179 Meter dari Sekolah, Anak Gagal Di Terima SPMB Jalur Domisil

Kota Cirebon

Pendidikan, Viral59 Views

GARUDASAKTINEWS.COM-Bambang Rismayadi (61), warga Kota Cirebon yang juga salah satu orangtua murid yang anaknya gagal diterima SPMB jalur domisili merasa kecewa,  padahal jarak antara rumah dengan sekolah dimana anaknya mendaftar hanya berjarak 179 meter, hingga akhirnya memilih bergabung bersama puluhan orangtua siswa yang bernasib tidak jauh berbeda yang tergabung dalam  Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan(AMPP) melakukan aksi turun kejalan menuju kantor Dinas Pendidkan Kota Cirebon.

“Saya ikut aksi ini karena saya sebagai orang tua merasa terzalimi dan teraniaya. Jarak rumah ke sekolah cuma 179 meter, saya daftar lewat jalur domisili murni, tapi anak saya ditolak,” ucapnya.

Bahkan ia menyatakan jika disuruh guling-guling menuju sekolah dari lokasi rumahnya bisa sampai lantaran jaraknya dekat.

“Anak saya kalau disuruh guling-guling juga nyampe sekolah, tapi tetap saja gagal masuk SMPN 4 Cirebon,” ujar Bambang Rismayadi (61) dengan nada getir di tengah aksi unjuk rasa.

“Saya sudah mondar-mandir ke Disdik dan ke SMPN 4. Dioper-oper terus, nggak ada penjelasan yang konkret.”

“Di komplek saya itu ada 9 sampai 10 anak yang daftar, cuma anak saya yang ditolak,” ujar dia.

“Padahal saya tinggal di rumah itu sejak lahir, anak saya juga lahir di situ, kok bisa dibilang pindahan?” katanya, penuh emosi.

Ia pun menyinggung pernyataan Gubernur Jawa Barat yang sebelumnya pernah menyatakan, bahwa permasalahan KK tidak boleh menjadi alasan untuk menolak anak masuk sekolah.

“Gubernur sudah bilang, KK bermasalah bukan alasan anak gagal sekolah. Tapi kenapa itu terjadi ke anak saya? Saya curiga ada permainan angka,” ujarnya.

Karena kecewa, Bambang akhirnya mendaftarkan anaknya ke SMPN 7 Cirebon.

Namun rasa ganjal tetap menghantuinya karena menurutnya sistem penerimaan tidak transparan.

Ia hanya ingin anaknya mendapatkan hak pendidikan di sekolah yang dekat dari rumah, tanpa diskriminasi karena persoalan administrasi.

“Saya hanya ingin anak saya sekolah dekat rumah, nggak lebih. Bukan minta yang aneh-aneh. Tapi kenapa hak anak saya seolah ditolak mentah-mentah?” kata Bambang.

Duduk perkara ini bermula dari ketidaksesuaian data di dokumen administrasi, dalam akta kelahiran anaknya tertulis ‘Kota Cirebon’, sementara di Kartu Keluarga (KK) hanya tertulis ‘Cirebon’, Perbedaan data tersebut menjadi alasan sistem menolak berkasnya.

“Saya diminta bawa KK lama. Sudah saya bawa ke bagian pengaduan, tapi malah dibilang ‘udah cukup, udah cukup’, tanpa kejelasan lebih lanjut.”

Bambang juga merasa dipermainkan, Ia sudah bolak-balik ke Disdik dan pihak sekolah, tapi tidak mendapat jawaban pasti soal alasan anaknya gagal diterima. 

Dirinya bersama AMPP menilai Permasalahan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Cirebon, Jawa Barat menimbulkan dampak ketidakadilan pada dunia pendidikan

Diketahui Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Cirebon, Jawa Barat masih terus berlanjut meski tahun ajaran sekolah telah berlangsung.

Hasil pantauan Kontributor GARUDASAKTINEWS.COM, Para orangtua menggelar unjuk rasa di depan kantor Dinas Pendidikan (Disdik), Kota Cirebon, pada Rabu (30/7/25) Lalu.

Mereka menggelar aksi di depan Kantor Disdik Kota Cirebon sejak pukul 10.00 WIB,  tampak mobil komando lengkap dengan pengeras suara dan spanduk bernada protes, tampak juga baliho besar bertuliskan “Pendidikan Tanpa Pungli! Cuma Mimpi.”

Aksi sempat memanas saat massa membakar ban dan berusaha masuk ke kantor Disdik, hal ini dipicu ketihadiran Kepala Disdik, Kadini, yang tak kunjung menemui para pengunjuk rasa hingga pukul 10.38 WIB.

Koordinator aksi, Tryas Mohammad Purnawarman, dalam orasinya menyampaikan beberapa tuntutan, dianataranya; Penghentian praktik pungutan liar (pungli), Transparansi dana sekolah, hingga pengawasan terhadap proses seleksi penerimaan siswa baru (SPMB).

“Ada orang tua yang dipungut biaya seragam sampai Rp 3 juta di salah satu SMP negeri di wilayah Perumnas.”

“Nggak masuk akal, nggak ada kuitansi, nggak ada rincian.”

“Ini jelas pungli yang dibungkus nama komite,” ungkap Tryas.

Ia juga menyoroti dugaan permainan domisili dalam proses seleksi siswa baru.

“Kami bawa contoh kasus, orang tua tinggal tepat di depan sekolah, tapi anaknya nggak diterima. Sementara yang jauh bisa masuk. Aneh,” ucapnya.

Tryas menyayangkan kebijakan disdik terhadap para walimurid yang kritis ,menurutnya banyak orang tua enggan buka suara lantaran takut anaknya mendapat tekanan di sekolah.

“Kami lindungi identitas mereka karena mereka takut anaknya dibully.”

“Tapi kalau Disdik tak kunjung menjawab, kami akan demo lagi dengan massa lebih besar,” ancamnya.

sekitar pukul 12.00 WIB di bawah pengawasan aparat kepolisian massa dengan tertib membubarkan diri.(yud/bar/Army)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *