Wilayah Laut Tangerang yang di Jual Rp 36,9 Milyar diBatalkan Serifikatnya, Kecuali Milik PT CIS

Kabupaten Tangerang

Viral30 Views

GARUDASAKTINEWS.COM-Praktik jual beli lahan fiktif, yakni perairan laut Desa Kohod Kabupaten Tangerang dengan nilai  Rp36,9 miliar dibatalkan serifikatnya oleh Kementerian ATR/BPN melalui Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis.

“Kalau yang di darat kan tidak ada masalah. Yang masalah yaitu di atas air, semua sudah dibatalkan,” tutur Harison pada awak media pada Sabtu (4/10/25)lalu.

Sebelumnya, terungkap ada 280 sertifikat tanah yang terbit di area pagar laut Tangerang, tepatnya di Desa Kohod. Sertifikat tanah itu mencakup 263 SHGB dan 17 SHM. Kepemilikan sertifikat tanah itu terdiri dari 243 bidang dimiliki PT Intan Agung Makmur (IAM), 20 bidang dimiliki PT CIS, dan 17 bidang dimiliki perorangan.

Menurut Horison, kebijakan yang diambil adalah membatalkan semua sertifikat tanah yang berada di luar garis pantai, tanpa terkecuali dan tidak pandang bulu pemiliknya.

“Kebijakannya adalah semua yang ada di luar garis pantai, semuanya dibatalkan,” tandasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa keputusan pembatalan BPN didasarkan murni pada posisi teknis dan batasan geografis wilayah perairan, bukan pada subjek pemiliknya.

Kasus ini melibatkan Kepala Desa (Kades) Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, bernama Arsin. Bersama Sekdes nya Ujang Karta, mereka didakwa melakukan korupsi dengan menerbitkan dokumen fiktif untuk menjual lahan yang sebenarnya merupakan laut dan adanya transaksi lahan yang dialihkan ke PT Intan Agung Makmur dengan harga Rp39,6 miliar.

Selain Kades Arsin dan Sekdesnya 2 terdakwa lainya Septian Prasetyo (pengacara), dan Chandra Eka Agung Wahyudi (wartawan), mereka memalsukan dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama warga Desa Kohod tanpa sepengetahuan mereka.

Salah satu transaksi fiktif tersebut adalah penjualan lahan kepada PT Intan Agung Makmur senilai Rp39,6 miliar, setelah sebelumnya lahan tersebut dibeli oleh PT Cakra Karya Semesta seharga Rp33 miliar. Kasus ini juga terkait dengan pembangunan pagar laut yang pada Januari 2025 memicu kontroversi dan berdampak pada nelayan. Dan pada Februari 2025 lalu, TNI AL turut membongkar sebagian pagar laut di Tanjung Pasir dan Kronjo. Diakhir akhir September 2025, tabir kasus ini mulai terungkap setelah disidangkan di Pengadilan Negeri Serang. 

Sidang perdana Skandal Laut, Transaksi fiktif penjualan wilayah laut Tangerang

Sidang perdana Skandal Laut Tangerang atau lebih rincinya kasus dugaan korupsi pembangunan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang yang dipimpin ketua majelis hakim Hasanuddin yang telah digelar pada Selasa ( 30/9/25) lalu di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi)Serang dengan no perkara 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Srg. Para terdakwa dihadirkan dalam persidangan tersebut yakni yaitu Kepala Desa Kohod Arsin, Sekretaris Desa Ujang Karta, pengacara Septian Prasetyo, dan wartawan Chandra Eka Agung Wahyudi

Para terdakwa didakwa telah melakukan Pemalsuan dokumen tanah untuk menguasai lahan pesisir, seperti girik dan surat-surat lainnya dengan memanipulasi dokumen untuk menerbitkan kepemilikan kawasan laut, yang kemudian dijual kepada pihak swasta, Salah satu terdakwa, Arsin, didakwa menerima uang sebesar Rp500 juta dalam kasus ini.

Hal tersebut diketahui saat persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten, Subardi dan Faiq Nur Fiqri Sofa , dan Muhammad Arsyad Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kabupaten Tangerang saat membacakan dakwaan secara bergantian, salah satunya berisi dakwaan pemalsuan dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan perairan tersebut. Pemalsuan ini diduga menggunakan identitas warga desa secara tidak sah.

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Banten Faiq Nur Fiqri Sofa menjelaskan penjualan terjadi pada pertengahan tahun 2022 hingga Januari 2025. Keempat terdakwa diketahui mengubah status lahan perairan Desa Kohod seolah-olah merupakan daratan milik warga.

“Terdakwa Arsin selaku Kepala Desa Kohod Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang menawarkan tanah pinggir laut yang ada patok-patok bambu,” kata faiq

Lahan perairan seolah-olah  darat itu ditawarkan Arsin kepada Deny Prasetya Wangsa dari PT. Cakra Karya Semesta. “Tawaran tersebut kemudian disampaikan kepada Nono Sampono selaku Direktur  PT Cakra Karya Semesta,” tambahnya.

Namun Nono menolak tawaran itu dengan alasan tanah tak memiliki sertifikat.  Sosok Hasbi Nurhamdi muncul pasca penolakan tersebut Ia membujuk Arsin agar bersedia membuat dokumen syarat penerbitan sertifikat  hak milik (SHM) dengan iming-iming imbalan Rp. 500 juta jika berhasil

Syarat yang dimaksud adalah Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) atas nama masyarakat, Nomor Obyek Pajak (NOP) hingga SPPT-PBB, untuk mendukung bahwa wilayah laut tersebut adalah tanah daratan, Padahal, lokasi yang hendak disertifikatkan merupakan wilayah lautan sebagaimana yang tertera dalam Peta besar.

Terdakwa Arsin lantas mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk  (KTP) dan Kartu Keluarga  (KK) dari penduduk setempat. Masyarakat yang namanya masuk dalam daftar pemohon itu hanya dimanfaatkan identitasnya saja. Padahal permohonan itu fiktif.

Berbekal itu, Arsin menerbitkan 203 Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) pada 20 Juni 2022 dengan total luas 300 hektar. Belakangan PT Cakra Karya Semesta membeli lahan seluas 300 hektar dengan harga Rp 10 ribu per meter atau total Rp 33 miliar.

Arsin mencetak dokumen SKTG menggunakan komputer dan printer milik Sekretaris Desa Ujang Karta. Dokumen yang sudah dicetak lalu diserahkan kepada Hasbi Nurhamdi untuk diuruskan NJOP dan SPPT-PBB ke Badan Pendapatan Daerah Kabupaten (Bapenda) Tangerang.

Hasbi bersama Septian dan Chandra melakukan pengurusan berkas bersama surat pengantar dari Arsin selaku Kades Kohod ke Bapenda Kabupaten Tangerang. Di sana, berkas diurus oleh Dwi Chandra Budiman selaku Kepala Bidang Penetapan, Pendataan, dan Penilaian Pajak Daerah.

Setelah melakukan verifikasi berkas dan lapangan, pada 3 Agustus 2022 Bapenda Kabupaten Tangerang menerbitkan 203 SPPT-PBB yang diambil langsung oleh Hasbi Nurhamdi. Setelah itu, Arsin diperintah Hasbi agar memproses PM1 sebagai kelengkapan dokumen untuk penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Seluruh berkas persyaratan penerbitan SHM selesai diproses pada 6 September 2022. Pada hari itu, terdakwa Arsin, Chandra, dan Hasbi mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Serang dan bertemu dengan Kepala BPN, Joko Susanto, Enjang Tresnawan selaku Kasi Ukur Kantor BPN Kabupaten Tangerang, serta saksi Diki Medianto selaku Korsub Tematik.

Arsin menyampaikan kepada Enjang bahwa lahan yang dimohonkan penerbitan SHM berbatasan di utara dengan Laut Jawa, di selatan dengan empang milik warga, di timur dengan Kali Cisadane, dan di barat dengan Desa Keramat. Ia menegaskan, area yang dimohonkan merupakan bekas tambak yang telah terkena abrasi.

“Padahal dalam kenyataannya terdakwa I Arsin sudah mengetahui bahwa batas-batas yang disebutkannya tersebut adalah tidak benar karena objek yang dimohonkan sebenarnya adalah wilayah lautan,” tuturnya.

Enjang lalu bilang pihaknya harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan BPN Kanwil Provinsi Banten karena lokasi yang diajukan berada di pesisir pantai. Ia juga menyampaikan kepada para terdakwa bahwa pendaftaran pengukuran lahan harus melalui Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB).

Enjang menyarankan agar mereka menggunakan KJSB Raden Muhammad Lukman Fauzi Parikesit yang lokasi kantornya tidak jauh dari BPN Kabupaten Tangerang. Setelah sepakat, KJSB itu melakukan identifikasi lapangan yang hasilnya dilaporkan kepada Enjang.

Sekitar September 2023, Hasbi meminta kepada Arsin agar ada penambahan NOP lahan yang akan dibuatkan sertifikat lagi dengan luas lahan 130 hektare. Arsin kemudian kembali memerintahkan Ujang agar mengumpulkan KTP dan KK milik warga.

“Ujang Karta kemudian kembali mengumpulkan KTP dan KK milik warga Desa Kohod secara acak dan memilih warga yang kurang mampu dengan janji akan diberikan keuntungan,” tuturnya.

BPN Kabupaten Tangerang kemudian menerbitkan total 260 SHM yang disetujui meski kondisi lahan yang dimohonkan berupa perairan laut. Permohonan itu disetujui atas perintah langsung Joko Susanto.

Denny lalu meminta agar 260 SHM atas nama warga Desa Kohod diubah menjadi 243 Hak Guna Bangunan (HGB). Lahan yang sudah jadi HGB kemudian dibeli oleh PT CAS pada Mei 2024.

Harga jual lahan disepakati senilai Rp10 ribu per meter persegi dengan total jumlah uang yang akan diterima oleh para terdakwa kurang lebih Rp33 miliar. Pembayarannya dibagi menjadi dua kali yakni Rp16,5 miliar jika sertifikat sudah balik nama menjadi milik PT CAS, dan sisanya dibayar setelah lahan siap dipakai. Kesepakatan itu dibuat pada 15 Mei 2024 antara terdakwa Septian selaku kuasa warga dan Deny yang mewakili PT CAS.

Uang sebesar Rp16,5 miliar kemudian diterima terdakwa Arsin dari Deny Prasetya yang diberi kuasa oleh Nono Sampono selaku Direktur PT CAS. Pemberian uang dilakukan saat pertemuan di rumah makan di daerah Cipondoh, Tangerang.

“Setelah selesainya transaksi tersebut maka PT Cakra Karya Semesta kemudian menjual lahan tersebut kepada PT Intan Agung Makmur dengan harga Rp39,6 miliar sesuai kesepakatan dan pada bulan Oktober 2024 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) sebanyak 243 SHGB atas nama PT Cakra Karya Semesta mulai beralih ke atas nama PT Intan Agung Makmur,” lanjutnya.

Proses itu berjalan mulus setelah Arsin menemui Kepala Bidang PBB Bapenda Kabupaten Tangerang  Dwi Candra Budiman. Bapenda lalu menerbitkan 203 SPPT-PBB.

“Penerbitan dilakukan seakan-akan tanah laut tersebut sudah dibayar pajaknya,” kata Faiq.

Sidang dakwaan juga mengungkap keterlibatan Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung Wahyudi. Keduanya diketahui membantu pengurusan dokumen tambahan seperti PM 1, surat pernyataan kepemilikan, hingga surat keterangan tanah untuk mempercepat penerbitan SHM.

Proses pengubahan status lahan tersebut berlangsung pada Juli sampai September 2024. Setelah selesai, Septian yang bertindak seolah sebagai pengacara warga Kohod, lalu menjalin kontrak perjanjian jual-beli dengan PT Cakra Karya Semesta.

Arsin menerima imbalan dari Deny Prasetya Wangsa sebesar Rp 16,5 miliar. Ia lalu membagikannya Rp 4 miliar di antaranya kepada warga Kohod yang namanya dicatut untuk penerbitan sertifikat. Masing-masing orang menerima  10 hingga 15 juta rupiah

Selebihnya senilai Rp12,5 miliar dikuasai Hasbi. Uang itu dibagikan kepada 4 terdakwa dengan rincian:  Arsin menerima  Rp.500 juta, Ujang Karta Rp.85 juta. Adapun  Septian dan  Candra masing-masing Rp. 250 juta. Dan sisanya akan dibagikan kembali setelah situasi konduksif

Menurut jaksa, lahan yang sudah dijual kepada PT Cakra Karya Semesta itu kemudian dialihkan kepemilikannya kepada perusahaan lain bernama PT Intan Agung Makmur dengan harga Rp 39,6 miliar. Namun hingga kini keberadaan Hasbi Nurhamdi belum diketahui.

Para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 5 ayat 2 dan atau Pasal 9 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sidang y akan berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.( TIM GSN/Army)

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *